KARAKTERISASI DAN JARAK KEMIRIPAN
UWI (Dioscorea alata L.)
BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI UMBI
(Characterization and Similarity
Distance of Yam (Dioscorea alata L.)
Based on Tuber Morphology)
Trimanto
UPT.BKT
Kebun Raya Purwodadi-LIPI
Jl.Surabaya-Malang,
Km 65, Pasuruan, Jawa Timur
email: triman.bios08@gmail.com
ABSTRACT
Yam
(Dioscorea alata L.) is a high
potential local crop in supporting food security program in Indonesia. A
survey, inventory and characterization of yam have been conducted in scattered
population at Nganjuk region - East Java.
The research was aimed to identify the characteristic of Nganjuk’s yam
based on the tuber morphology and to determine its similarity distance value. The research uses of
exploration and observation
method, then take each Dioscorea alata L. of every district in the Nganjuk. The
observation results of characterisation were analyzed using interval similarity
function based on the program NTSys DICE coefficient. The result showed that 22
accession numbers which comprises of 13 variants were found in Nganjuk region.
Yams with the same variants indicated a close similarity distance although
originated from different areas.
Keyword:
Dioscorea alata, yam,
characterization, tuber morphology
ABSTRAK
Dioscorea alata L. merupakan jenis tanaman
pangan lokal yang memiliki potensi untuk mendukung program ketahanan pangan di
Indonesia. Wilayah Nganjuk memiliki potensi keragaman Dioscorea alata L.,
sehingga perlu dilakukan inventarisasi dan karakterisasi Dioscorea alata yang tersebar di wilayah ini. Kegiatan penelitian
bertujuan untuk: 1)Mengidentifikasi karakter
morfologi umbi Dioscorea alata
L. yang terdapat di Nganjuk, 2) Mengetahui kemiripan karakter umbi Dioscorea
dengan membuat dendogram jarak kemiripan.
Kegiatan dilakukan dengan metode jelajah dan observasi yaitu meneliti
setiap daerah yang ada di wilayah Nganjuk kemudian mengambil setiap aksesi Dioscorea alata L. yang ditemukan. Hasil
karakterisasi dari pengamatan morfologi umbi dianalisis dengan fungsi similarity
interval pada program NTSys berdasarkan koefisien DICE. Hasil penelitian menunjukan di
wilayah Nganjuk ditemukan 22 aksesi Dioscorea
alata L. dengan jumlah 13 varian.
Dioscorea alata L. dengan varian yang
sama menunjukan jarak kemiripan yang dekat walaupun ditemukan pada wilayah yang
berbeda.
Kata kunci: Dioscorea alata, uwi, karakterisasi,
morfologi umbi
PENDAHULUAN
Jenis umbi-umbian dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti bahan pangan non beras. Umbi-umbian
mempunyai keunggulan yakni mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi yang
bermanfaat sebagai sumber tenaga. Tercatat
sekitar 50-60 spesies Dioscorea yang
dibudidayakan dan telah dimanfaatkan sebagai tanaman pangan dan obat (Coursey,
1976). Dioscorea alata L. (uwi) merupakan salah satu tanaman pangan
berkarbohidrat tinggi, mengandung 63,31
% pati, 6,66 % protein dan 0,64 % lemak
(Richana dan Sunarti, 2004). Dioscorea
alata L. dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan non beras. Adanya
pengembangan tanaman pangan non beras, diharapkan dapat mendukung program
ketahanan pangan nasional.
Wilayah Nganjuk berupa
dataran rendah dan memiliki keragaman tanaman umbi cukup tinggi. Di Nganjuk
tersebar beberapa tanaman umbi yang masih ditanam masyarakat, diantaranya dari
marga Colocasia, Xanthosoma, Amorphophallus
dan Dioscorea. Tanaman berumbi dari
berbagai wilayah belum terkarakterisasi secara pasti, sehingga perlu adanya pengkarakterisasian
keragaman tanaman umbi tersebut untuk mengetahui seberapa besar potensi tanaman
umbi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Di daerah Jawa Timur
terdapat 35 varian dari Dioscorea alata
L. (uwi), (Solikin 2009). Dioscorea alata
L. (uwi) di Nganjuk diinformasikan memiliki keragaman yang cukup tinggi, sehingga
perlu dilakukan inventarisasi Dioscorea
alata L.
Karakterisasi merupakan
salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui keragaman suatu tanaman.
Karakterisasi dapat dilakukan melalui dua penanda, yaitu penanda morfologi dan
penanda genetik. Penanda genetik merupakan penanda yang akurat dalam melakukan
pengkarakterisasian suatu tanaman. Namun demikian, karakterisasi penanda
morfologi tetap harus dilakukan, karena adanya karakterisasi morfologi merupakan
data awal untuk melengkapi informasi keragaman suatu tanaman.
Keragaman morfologi umbi
Dioscorea alata L. yang tinggi
menarik untuk dilakukan analisis kemiripan tanamannya. Analisis dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana jarak kemiripan Dioscorea
alata L. berdasarkan keragaman morfologi umbi. Hasil dari karakterisasi
keragaman dan kemiripan tanaman Dioscorea
alata L dapat digunakan untuk menentukan potensi dari varian umbi Dioscorea alata L sebagai upaya
pengembangan teknik budidayanya. Data karakerisasi dapat digunakan untuk
mendukung program pemuliaan tanaman pangan Indonesia.
METEDOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian: Penelitian dilakukan di sekitar Wilayah
Nganjuk propinsi Jawa Timur pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011.
Karakterisasi Umbi Dioscorea alata L.
dilakukan di Kebun Raya Purwodadi. Kecamatan yang diambil sebagai lokasi
pengambilan aksesi antara lain: Jatikalen, Ngliyu, Rejoso, Patianrowo,
Lengkong, Ngliyu, Wilangan, Sawahan, Ngetos. Buku karakterisasi umbi dari IPGRI
(Descriptors for yam/Dioscorea spp.
(1997)) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi umbi Dioscorea alata L.
Metode dan analisis
data: Survei penelitian dilakukan di setiap wilayah
Nganjuk yang dilaporkan mempunyai keragaman uwi seperti diinformasikan oleh
masyarakat setempat. Pendataan informasi Dioscorea
alata L. (uwi) dilakukan melalui pengamatan langsung dilapangan. Semua
informasi yang terkait dengan Dioscorea
alata L. (uwi) dilakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan warga
masyarakat. Beberapa data yang dicatat antara lain: jumlah Dioscorea alata L. (uwi) yang ada di masyarakat, jumlah warga yang
masih menanam, ekologi (ph, tanah, lokasi, suhu, kelembaban, garis lintang
bujur, faktor biotik Dioscorea), serta
etnobotaninya. Karakter yang diamati antara lain umur umbi, pertumbuhan umbi,
jumlah umbi dalam 1 tanaman, percabangan pada umbi, jarak umbi dari permukaan
tanah, serat umbi, warna kulit dalam umbi, warna kulit luar umbi, permukaan
kulit, warna daging, serat daging, rasa daging matang, keempukan, berat,
panjang, diameter dari umbi, dan akar pada umbi. Dendogram jarak kemiripan morfologi umbi
dibuat dengan memberikan nilai 1 jika karakter morfologi terpenuhi, dan 0 jika
tak terpenuhi. Jarak taksonomi/rataan taksonomi dari hasil pengamatan morfologi
ini dianalisis dengan fungsi similarity interval pada program NTSys
berdasarkan koefisien DICE/rataan
taksonomi (Cahyarini dkk., 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Inventarisasi
dan Karakterisasi Dioscorea alata L.
Hasil penelitan
menunjukan bahwa di daerah Nganjuk diinventarisasi 22 Aksesi dengan jumlah 13
Varian Dioscorea alata L. (uwi). Berbagai
varian uwi tersebut ditemukan pada berbagai ketinggian tempat. Uwi tersebut
antara lain, uwi kelopo, uwi bangkulit, uwi ireng, uwi alasan, uwi klelet, uwi
randu, uwi senggrami, uwi bangkong, uwi putih, uwi gantung, uwi dursono, uwi
ndoro, dan uwi lajer. Sebaran uwi di wilayah Nganjuk dengan faktor lingkungannya
dapat dilihat pada Tabel 1. Uwi yang ditemukan
berada pada ketinggian antara 60-700 m dpl, suhu rata rata 30-35 0C,
kelembaban udara 59-78%, dan PH tanah 5,6-6,9. Pendataan faktor lingkungan ini
diperlukan untuk mengetahui dan membandingkan antara uwi yang memiliki variasi
sama tetapi di tanam dilokasi berbeda, apakah menunjukan perbedaan pada
karakter umbinya.
uwi ireng yang kami temukan di Ngliyu
Keterangan:1)
Uwi kelopo dari Jatikalen, 2) uwi kelopo dari Wilangan, 3) uwi kelopo dari Ngetos,
4) uwi kelopo dari Ngetos, 5) Uwi bangkulit dari Ngliyu, 6) uwi bangkulit dari Ngliyu,
7) uwi bangkulit dari Rejoso, 8) uwi putih dari Rejoso, 9) uwi ireng dari Ngliyu,
10) uwi ireng dari Wilangan, 11) uwi alasan dari Ngliyu, 12) Uwi Klelet dari Ngliyu,
13) uwi randu dari Ngliyu, 14) uwi senggrani dari Wilangan, 15) uwi senggrani
Ngetos, 16) uwi Bangkong dari Sawahan, 17)uwi putih dari Wilangan, 18) uwi
putih dari Ngetos, 19) uwi gantung dari Rejoso, 20) uwi Ndoro dari Ngetos, 21)
uwi dursono dari Ngetos, 22) uwi lajer dari Wilangan.
Terdapat
beberapa uwi dengan varian sama tetapi ditemukan pada lokasi yang berbeda. Penamaan
varian uwi yang didapat saat eksplorasi berdasarkan penamaan oleh warga
sekitar. Penggalian informasi mengenai karakter tersebut sangat diperlukan
untuk menentukan varian-varian uwi yang sekiranya dapat dikembangkan lebih
lanjut. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa uwi dapat hidup normal pada dataran
rendah dengan suhu lingkungan rata rata 35 0C, kelembaban sedang,
dan PH tanah yang normal. Sebagian uwi ditanam pada pekarangan rumah, tegalan
dan sawah. Gambar 22 Uwi yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Dioscorea
alata L. (uwi) di Nganjuk ditanam oleh warga yang
rata-rata berumur tua. Warga Nganjuk menanam uwi hanya sebagai tanaman sela, dan
jarang dibudidayakan. Menurut masyarakat, jumlah uwi yang terdapat di wilayah
Nganjuk sudah mulai berkurang baik jenis maupun populasinya. Kelangkaan orang
yang peduli menanam menjadi faktor utama berkurangnya keragaman Dioscorea alata L. (uwi) di
Nganjuk. Peralihan lahan yang biasa
ditanam tanaman pangan seperti jagung, kacang, padi yang berubah menjadi lahan
tanaman tebu juga menjadi penyebab warga malas untuk menanam uwi. Upaya
penyelamatan berbagai macam kelompok tanaman umbi harus segera dilakukan supaya
nantinya tanaman umbi-umbian terutama Dioscorea
alata L. (uwi) tidak punah dari
masyarakat. Keberadaan Uwi yang semakin jarang ditemukan merupakan bukti bahwa
tanaman ini dilingkungan masyarakat sudah mulai tidak diperhatikan. Konservasi
merupakan langkah awal dalam penyelamatan tanaman, kemudian diteliti dan
dikembangkan untuk mengetahui potensi dari umbi tersebut.
Tujuan
warga menanam uwi adalah memakan umbinya
pada saat paceklik. Terdapat sebagian warga yang sengaja menanamnya di tegalan
atau di sengkedan sawah mereka. Menurut warga uwi harus dirambatkan pada
tanaman tinggi agar umbi yang dihasilkan semakin besar. Apabila tidak ada
tanaman untuk rambatan maka warga memberikan kayu atau bambu tegak untuk rambatan
uwi. Menurut warga uwi akan tumbuh subur apabila ditanam di lereng atau tanah
yang miring karena posisi tanah seperti ini akan memaksimalkan pertumbuhan
umbi. Tanah yang gembur akan memaksimalkan pertumbuhan umbi dan kemudahan dalam
memanen umbi. Menanam uwi menurut warga cukup mudah dan tidak memerlukan
perlakuan khusus. Cukup menanam potongan umbi, uwi akan bertunas saat musim
penghujan tiba.
Uwi di Nganjuk rata
rata hanya dikonsumsi oleh masyarakat berumur tua. Golongan umur muda jarang
mengonsumsi uwi. Warga Nganjuk saling memberikan 1 atau 2 piring uwi matang kepada
tetangga apabila mereka panen. Warga biasanya memasak uwi dengan mengukusnya
dan jarang dijadikan olahan makanan
lain. Diversifikasi pangan dengan bahan dasar uwi perlu ditingkatkan, mengingat uwi mengandung karbohidrat tinggi
dan serat umbi yang sehat untuk pencernaan. Dari informasi masyarakat setempat
ditemukan juga uwi yang berkhasiat untuk menambah darah. Uwi Ndoro dengan warna
ungu tua menurut masyarakat setempat dapat mengobati darah rendah dan menambah
jumlah darah. Memang ada beberapa uwi yang daging umbinya berwarna jingga dan
ungu. Diperlukan adanya penelitan kandungan pigmen pada umbi untuk mengetahui
kandungan pigmen tersebut.
Karakterisasi merupakan
kegiatan dalam mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomi atau
merupakan penciri dari varitas yang akan diteliti (Kurniawan dkk, 2004).
Karakterisasi yang dilakukan adalah karakterisasi morfologi umbi, karena
morfologi vegetatif lain seperti daun, batang dan bunga masih dalam fase
dormansi. Hasil Karakterisasi terhadap 22 umbi Dioscorea alata L. (uwi) dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil
karakterisasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan bahwa di Nganjuk memiliki
keragaman umbi uwi yang cukup tinggi. Terdapat 13 varian uwi yang berpotensi
untuk dikembangkan lebih lanjut. Pemilihan uwi tergantung kebutuhan, sebab umbi
uwi yang ditemukan memiliki ukuran, bentuk, warna umbi dan rasa sangat
bervariasi.
Perbedaan bentuk, besar, warna daging dan rasa umbi terlihat pada varian uwi yang ditemukan. Uwi dengan varian sama masih dijumpai variasi morfologi umbinya. Sebagai contoh, uwi kelopo yang secara umum berbentuk bulat dan berdaging putih, didapatkan variasi kulit antara coklat tua dan muda, rasa umbi ada yang agak gurih, sangat gurih dan manis. Tetapi secara umum morfologi umbi tersebut mencerminkan bentuk seperti kelapa. Terdapatnya variasi ini disebabkan karena adanya pengaruh faktor lingkungan. Uwi kelopo yang kami temukan didapatkan pada daerah yang berbeda, sehingga suhu, kelembaban, kondisi tanah juga berbeda. Tanaman yang ditanam pada lingkungan yang berbeda cenderung beradaptasi dengan lingkungan setempat. Tanaman sejenis akan bervariasi morfologinya apabila faktor lingkungan lebih dominan mempengaruhi tanaman dari pada faktor genetik. Tanaman tidak akan menunjukan variasi morfologi yang signifikan apabila faktor genetik lebih dominan mempengaruhi tanaman tersebut (Suranto, 2001).
Perbedaan bentuk, besar, warna daging dan rasa umbi terlihat pada varian uwi yang ditemukan. Uwi dengan varian sama masih dijumpai variasi morfologi umbinya. Sebagai contoh, uwi kelopo yang secara umum berbentuk bulat dan berdaging putih, didapatkan variasi kulit antara coklat tua dan muda, rasa umbi ada yang agak gurih, sangat gurih dan manis. Tetapi secara umum morfologi umbi tersebut mencerminkan bentuk seperti kelapa. Terdapatnya variasi ini disebabkan karena adanya pengaruh faktor lingkungan. Uwi kelopo yang kami temukan didapatkan pada daerah yang berbeda, sehingga suhu, kelembaban, kondisi tanah juga berbeda. Tanaman yang ditanam pada lingkungan yang berbeda cenderung beradaptasi dengan lingkungan setempat. Tanaman sejenis akan bervariasi morfologinya apabila faktor lingkungan lebih dominan mempengaruhi tanaman dari pada faktor genetik. Tanaman tidak akan menunjukan variasi morfologi yang signifikan apabila faktor genetik lebih dominan mempengaruhi tanaman tersebut (Suranto, 2001).
Perbedaan
morfologi berat, panjang, dan diameter umbi juga terlihat pada umbi uwi dengan
varian yang sama. Uwi kelopo yang ditemukan di daerah dengan ketinggian 63 m
dpl jika dibandingkan dengan ketinggian 331 m dpl ternyata panjang, berat dan
diameter umbinya lebih berat yang berada di ketinggian 331 m dpl. Hal tersebut
membuktikan bahwa uwi memiliki syarat tumbuh agar umbi yang dihasilkan
berkualitas bagus. Karakterisasi morfologi merupakan langkah awal untuk mengetahui
karakter-karakter umbi tersebut di habitat liar atau alaminya.
Pengembangan
uwi akan mempertimbangkan segi potensi mana yang akan dipilih. Masyarakat
menilai bahwa uwi yang memiliki kualitas bagus adalah uwi yang mudah dalam
memanennya (kedalaman umbi dan bentuk umbi yang sederhana), rasanya enak dan
gurih, empuk, dagingnya berwarna putih bersih dan seratnya halus, karena masyarakat
setempat cenderung menanamnya untuk konsumsi sendiri. Apabila uwi yang akan
dikembangkan adalah uwi yang cukup untuk konsumsi sendiri maka uwi yang dikembangkan
adalah uwi kelopo dan uwi putih. Menurut Franklin et al. (1975), karakter uwi yang berkualitas harus memuat
bentuk umbi, jumlah umbi, tekstur dan warna daging, dan rasa setelah dimasak.
Berdasarkan hasil karakterisasi menurut morfologi umbi dari 17 karakter yang
diamati dapat di ketahui umbi berkualitas bagus. Seleksi umbi terpilih
berdasarkan morfologi umbi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Seleksi varian
uwi berdasarkan kualitas dari penanda morfologi umbi
No
|
Varian uwi
|
Karakter umbi
seleksi terpilih
|
1
|
Uwi
putih dari Ngetos
|
Bentuk
umbi lonjong dan mudah dipanen, berat lebih dari 3 kg, dan bercabang mencapai
5, warna daging putih, tekstur halus dan rasa umbi sangat gurih
|
2
|
Uwi
kelopo dari Ngetos
|
Bentuk
bulat, mudah dipanen, berat umbi mencapai 2 kg, rasa sangat gurih dan kelunakan
umbian sedang.
|
3
|
Uwi
ireng dari Wilangan
|
Bentuk
bulat dan mudah dipanen, umbi bercabang lebih dari 5, berat umbi mencapai 2
kg, rasa umbi manis gurih dan tekstur yang cukup halus.
|
4
|
Uwi
bangkong dari Sawahan
|
Bentuk
umbi lonjong dan mudah dipanen, ukuran lebih dari 3 kg, dan bercabang
mencapai 5, warna daging putih, tekstur halus dan rasa umbi sangat gurih
|
Uwi
kelopo memiliki keunggulan diantara umbi lainya, uwi ini memiliki bentuk bulat
dan kedalaman umbinya tertanam cukup rendah sehingga mudah dalam memanennya,
daging umbinya halus dan berwarna putih, setelah dikukus uwi memilki tekstur
serat yang halus dan rasa yang gurih dan manis. Uwi putih dari Ngetos merupakan
uwi yang berpotensi juga untuk dikembangkan, uwi dengan bentuk lonjong besar
dengan jumlah umbi 3 mudah dalam memanennya, daging umbinya berwarna putih bersih dan tekstur halus. Saat
dikukus daging uwi putih sangat empuk
dan lembut serta rasanya sangat gurih. Kedua uwi ini memiliki potensi untuk
dikembangkan lebih lanjut. Uwi kelopo dan
uwi putih dapat dijadikan alternatif makanan pada saat paceklik. Olahan
berbagai jenis makanan dapat menggunakan umbi uwi ini mengingat ukuran umbinya
relatif besar.
1.
Jarak
Kemiripan Dioscorea alata L. Berdasarkan Morfologi Umbi
Hasil
dendogram jarak kemiripan uwi berdasarkan penanda morfologi umbi menunjukan
bahwa setiap uwi yang ditemukan memiliki karakter morfologi umbi yang berbeda.
Gambar dendogram jarak kemiripan Dioscorea
alata L. (uwi) dapat dilihat pada
Gambar 2. Uwi dengan varian sama sebenarnya masih menunjukan ciri ciri sama,
sehingga jarak kemiripanya juga dekat.
Ada beberapa uwi dengan varian sama tetapi ditemukan pada daerah berbeda
ternyata memiliki karakter berbeda pula, misalnya uwi kelopo yang ditemukan
pada daerah berbeda ternyata memiliki perbedaan karakter. Uwi kelopo yang
ditemukan di Jatikalen dengan di daerah Ngetos ternyata menunjukkan
perbedaan.
Uwi
kelopo dari Ngetos dan Jatikalen bergabung pada jarak 77% dan 62 %. Menurut
Cahyarini dkk. (2004), jarak kemiripan dapat dikatakan jauh apabila kurang dari
0.60 atau 60%. Sehingga kelompok-kelompok yang terpisah pada jarak 0.60
sebenarnya masih mempunyai kemiripan yang dekat. Uwi kelopo dari Jatikalen dan
uwi kelopo dari Wilangan bergabung pada jarak 85%. Morfologi kedua uwi ini
memiliki karakter yang hampir sama. Uwi Kelopo yang di tanam di Jatikalen (63 m
dpl) dan Wilangan (331 m dpl) tidak bergabung pada 100 %. Kedua uwi menunjukan, walaupun dengan varian sama
tetapi terdapat perbedaan morfologi pada berat umbi, panjang umbi, warna kulit
dalam umbi, dan banyaknya akar pada umbi. Uwi kelopo dari Wilangan berat dan
ukuranya lebih besar dibanding uwi kelopo dari Jatikalen. Jumlah akar pada umbi
uwi kelopo dari Jatikalen lebih banyak dibanding dari Wilangan. Perbedaan
morfologi terjadi karena uwi kelopo dari wilangan ditanam pada lingkungan yang berbeda. Uwi kelopo di
Jatikalen ditanam pada sengkedan sawah, dengan kelembapan yang lebih rendah
(59%) dan ketersediaan air yang rendah, sehingga berat dan ukuranya lebih kecil.
Ketersediaan air yang rendah menyebabkan akar pada umbinya lebih banyak. Uwi
kelopo Wilangan ditanam pada kebun rumah. Berat dan panjang uwi lebih besar
dibanding dari Jatikalen. Ketersediaan air dan kelembapan yang lebih tinggi (62%)
menyebabkan morfologi umbi lebih berat dan sedikitnya akar pada umbi. Faktor
lingkungan berpengaruh terhadap morfologi umbi. Uwi membutuhkan faktor
lingkungan yang optimal agar dapat menghasilkan umbi yang berkualitas.
Pada
uwi senggrani yang ditemukan di Wilangan
dan Ngetos juga menunjukan kedekatan yaitu 77 %, Uwi putih wilangan dan Ngetos bergabung pada
jarak 77 %. Terdapat beberapa varian uwi yang berbeda membentuk
kelompok yang sama pada jarak diatas 60 %, Uwi tersebut diantaranya uwi lajer
dari Wilangan dengan uwi klelet dari Ngliyu
(69%). Uwi randu dari Ngliyu dan uwi
lajer dari Wilangan Juga bergabung pada jarak 85 % ini artinya secara morfologi
umbi kedua uwi ini memiliki jarak kemiripan dekat. Kedekatan ini menunjukkan bahwa umbi uwi
lajer dan umbi uwi randu secara morfologi menunjukan nilai kemiripan yang
besar. Pemberian nama varian uwi berdasarkan keterangan dari penduduk sekitar.
Terdapat beberapa uwi yang berbeda secara morfologi tetapi warga memberikan
nama yang sama. Sehingga untuk lebih jelasnya melihat varian uwi dapat dilihat
pada gambar dan tabel karakterisasi uwi yang bersangkutan.
Faktor
lingkungan berpengaruh terhadap morfologi tanaman, apabila faktor lingkungan
lebih dominan dibanding faktor genetis maka tanaman akan mengalami perubahan
morfologi (Suranto, 2001). Sehingga dalam jangka waktu lama dimungkinkan
tanaman akan mengalami perubahan sifat genetiknya. Tanaman yang mengalami stres
lingkungan dimungkinkan akan mengalami mutasi dalam tubuhnya, sehingga pada waktu
yang sangat lama berspesiasi. Timbulnya varian-varian baru tanaman juga
dimungkinkan hasil dari hibridisasi. Jenis baru tersebut memiliki hubungan yang
dekat dengan kedua jenis induk yang disilangkan. Sifat- sifat dari uwi yang
memiliki hubungan kekerabatan yang dekat inilah yang mungkin dapat digunakan
untuk mencari uwi dengan jenis yang unggul melalui perkawinan silang.
KESIMPULAN
Di wilayah Nganjuk ditemukan
22 Aksesi umbi Dioscorea alata L. (uwi) dengan jumlah 13 varian. Hasil
seleksi berdasarkan pengamatan morfologi umbi, varian Dioscorea alata L. (uwi)
yang berkualitas adalah uwi putih dari Ngetos, uwi kelopo dari Ngetos, uwi
ireng dari Wilangan serta uwi bangkong dari Sawahan. Hasil analisis dendogram
jarak kemiripan dari keragaman umbi Dioscorea alata L. (uwi) menunjukkan, uwi dengan varian sama walaupun berada
pada wilayah yang berbeda masih menunjukan jarak kemiripan yang dekat.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyarini,
R.D, Ahmad Y. dan Edi P. 2004. Identifikasi Keragaman genetik Beberapa
Varietas Lokal Kedelai di Jawa Berdasarkan Analisis Isozim. Tesis.
Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Coursey,
D.G. 1976. Yams Dioscorea Spp. (Dioscoreaceae): in evolution of crop plants.
N.W. Simmond, ed. Longmans. London. P. 70-74.
Franklin,
Martin, Cabanillas E, Guadalupe R. 1975. Selected varieties of Dioscorea alata L., the Asian Greater
Yam. Journal of Agriculture of The
University of Puerto Rico. USA. LIX (3):165-178.
IPGRI/IITA.
1997. Descriptors for Yam (Dioscorea
spp.). International Institute of Tropical Agriculture, Ibadan,
Nigeria/International Plant Genetic Resources Institute. Rome. Italy.
Kurniawan,
Ida S., Tiur S. S. dan Sri G. B. 2004. Katalog data paspor plasma nutfah tanaman
pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian.
Richana
N. dan Sunarti T.C. 2004. Karakterisasi sifat fisiko kimia tepung umbi dan
tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen 1(1):29-37.
Solikin.
2009. Dioscorea sebagai bahan pangan.
Prosiding seminar nasional peranan ilmu dan teknologi pertanian dalam
mewujudkan ketahanan pangan. FTP UNUD:
32-38.
Suranto.
1991. Studies of population variation
in species of Ranunculus. Thesis Departement of Plant Science-University
of Tasmania. Hobart.
Suranto. 2001. Study on Ranunculus population: isozymic pattern. Biodiversitas 2(1): 85-91.
Waduuuuhhhh makasiiiih buanget Gan.
BalasHapusinfonya sippp. top markotop lah.
Sama sama gan. Smoga bermanfaat
BalasHapus